Penetapan Tersangka Tanpa Pemeriksaan Sebagai Saksi

Penetapan Tersangka Tanpa Pemeriksaan Sebagai Saksi merupakan kewenangan penyidik yang tidak dapat diintervensi

Jayadi Sirun

10/17/20253 min read

Masyarakat sering mendengar upaya hukum yang dilakukan oleh seseorang yang ditetapkan sebagai tersangka tanpa didahului panggilan pemeriksaan sebagai saksi oleh penyidik, dianggap sesuatu yang tidak sah. Mari kita lihat apakah penetapan seseorang sebagai tersangka, sesuai dengan prosedur hukum mensyaratkan orang tersebut baru didahului dengan panggilan pemeriksaan sebagai saksi atau hukum untuk melakukan panggilan terhadap seseorang dapat ditetapkan sebagai tersangka? . Tulisan ini sebagai edukasi kepada Masyarakat, bagaimana memperjuangkan hak hukumnya apabila mengalami hal serupa dan sekaligus sebagai sosialisasi prosedur hukum penetapan seseorang sebagai tersangka.

Secara formal KUHAP tidak mengharuskan secara mutlak bahwa seorang yang ditetapkan sebagai tersangka harus diperiksa terlebih dahulu sebagai saksi. Mari kita liat definisi dan apa yang dimaksud tersangka sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 14 KUHAP “Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan alat bukti permulaan yang cukup, patut diduga sebagai pelaku tindak pidana”. Berdasarkan substansi pasal ini, seseorang dapat ditetapkan sebagai tersangka sebab terdapat bukti permulaan yang cukup atas perbuatan yang telah dilakukan, kecukupan itu digunakan sebagai alat bukti penyidik untuk seseorang sebagai tersangka. Substansi pasal ini tidak mensyaratkan dipenuhinya minimal dua alat bukti sebagaimana pasal 183 KUHAP.

Unsur "alat bukti awal" yang cukup kuat bukan semata pada hasil keterangan terduga saksi pelaku atau sebab belum pada pemeriksaan yang diberikan oleh terduga saksi pelaku. Sedangkan yang dimaksud dengan unsur "patut diduga" itu dalam pelaksanaan penyidikan, didasarkan atas telah ditemukan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang dapat berupa keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, atau keterangan terdakwa (pasal 184 KUHAP). Keteranan terduga pelaku hanya merupakan salah satu Alat bukti, namun ketika penyidik telah menemukan minimal dua alat bukti selain keterangan terduga pelaku, alat bukti tersebut yang memberikan keyakinan kepada penyidik untuk menyangka bahwa orang yang diduga itu adalah pelaku tindak pidana.

Pelaku atau pembuat perbuatan yang dikategorikan sebagai perbuatan tindak pidana yang disangkakan itu memiliki hak untuk diam dan hak untuk ingkar/menginkari perbuatanya, sebagaimana diatur di dalam pasal 170 KUHAP, yang memberikan hak kepada saksi untuk menyimpan rahasia dan pasal 175 KUHAP, bahwa tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban untuk pembuktian atas perbuatannya, diberi hak untuk tidak menjawab atau menolak suatu pertanyaan yang diajukan kepadanya serta boleh membantah dalil-dalil yang disampaikan penegak hukum dan kepada padanya tidak dikenakan sanksi hukum. Dengan hak seperti itu, penegak hukum melakukan pemeriksaan dan atau tidak melakukan suatu pemeriksaan terhadap terduga pelaku tidak pidana sebagai saksi sebelum ditetapkan sebagai tersangka bukan merupakan persyaratan yang diatur dalam prosedur hukum.

Putusan Mahkamah Agung (MA) No. 1611 K/Pid/2016, menegaskan bahwa seseorang dapat langsung ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan bukti permulaan yang cukup, tanpa harus didahului dengan pemeriksaan sebagai saksi. Putusan MA No. 2572 K/Pid/2018, kembali menegaskan bahwa yang terpenting adalah adanya bukti permulaan yang cukup untuk menjadikan seseorang sebagai tersangka. Proses pemeriksaan saksi terhadap orang yang bersangkutan bukanlah syarat formil yang wajib dipenuhi oleh penyidik untuk menetapkan seseorang tersangka. Jikalaupun penyidik melakukan pemanggilan terhadap terduga pelaku untuk dimintai keterangan sebagai saksi, itu merupakan kewenangannya, bahwa penyidik dapat menghadirkan sebagaimana diatur di dalam pasal 5, pasal 152 (2) dan pasal 160 (1) serta keterangan terduga pelaku bukan merupakan satu-satunya alat bukti, dengan demikian apabila penyidik telah menemukan minimal dua alat bukti dan keyakinan, sekalipun tanpa didahului pemeriksaan pelaku sebagai saksi penetapan seseorang sesuai dengan prosedur hukum.

Beberapa pertimbangan hukum, praktis dan strategis mengapa prosedur hukum membolehkan penetapan seseorang sebagai tersangka tidak mewajibkan penyidik untuk melakukan pemeriksaan terduga pelaku sebagai saksi terlebih dahulu. Pertama pertimbangan efisiensi penyelidikan, apabila penyidik telah menemukan bukti yang cukup kuat, dengan bukti itu dapat digunakan sebagai sebagai alat untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka, maka pemeriksaan saksi terduga pelaku tidak efektif. Kedua, terduga pelaku atau membuat diberikan oleh undang-undang untuk diam, ingkar dan menolak dalil penyidik. Status saksi pelaku berbeda dengan saksi mata maka untuk menghindari

Kedudukan calon tersangka sebagai saksi dapat menimbulkan kerancuan status dan berpotensi melanggar haknya, karena sebagai saksi ia tidak berhak didampingi penasihat hukum (kecuali saksi anak). Sementara sebagai tersangka, hak untuk didampingi penasihat hukum adalah hak dasar. Ketiga, Dalam kasus-kasus tertentu, penetapan langsung sebagai tersangka penting untuk segera ditetapkan sebagai upaya paksa seperti penahanan, penyitaan, atau penggeledahan dapat segera dapat segera diselenggarakan, apabila tidak ada kekuatiran terduga pelaku dapat merusak alat bukti atau melarikan diri. Upaya hukum seperti itu sangat tidak mungkin dilakukan terhadap seorang saksi.

Pemeriksaan terduga pelaku tindak pidana, meskipun tidak diwajibkan oleh undang-undang, dalam praktiknya, seringkali seseorang memang diperiksa terlebih dahulu sebagai saksi. Pemeriksaan pendahuluan tersebut dimaksudkan oleh penyidik untuk pengumpulan informasi sekaligus sebagai verifikasi terhadap identitas atau informasi lain yang dapat digunakan sebagai buffer terhadap alat bukti yang telah ditemukan. Pemeriksaan saksi juga merupakan bagian tidak terpisahkan dari proses penyidikan, dalam proses ini penyidik memiliki kewajiban untuk mendapatkan informasi atau data sebanyak mungkin guna memperoleh alat bukti yang cukup kuat digunakan untuk menetapkan seseorang sebagai terduga pelaku.

Secara hukum, penetapan tersangka tanpa didahului pemeriksaan sebagai saksi terduga pelaku tetap SAH sesuai dengan ketentuan KUHAP, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 14 KUHAP, pasal 183 dan pasal 184 KUHAP. Subyek dan obyek penetapan seseorang sebagai tersangka bukanlah pada ada atau tidaknya pemeriksaan saksi, tetapi pada kecukupan alat bukti yang cukup kuat yang digunakan sebagai dasar penetapan atau kriminalisasi seseorang atas dugaan perbuatan yang telah dilakukan.