Memberantas Korupsi, Tanggung Jawab Siapa

Perilaku korupsi yang dilakukan oleh penyelenggara negara telah menimbulkan kerugian sebagaimana dipublikasikan pusat penerangan kejaksaan agung pada Selasa, 31 Desember 2024. bahwa selama dua tahun 2024 perkara tindak pidana korupsi sebanyak 2.316 perkara dengan kerugian ditaksir mencapai Rp. 44,13 triliun. Sedangkan jumlah perkara yang ditangani oleh komisi pemberantasan korupsi (KPK) selama tahun 2024, bagaimana dipublikasikan melalui situs resmi KPK (https://kpk.go.id/id/publikasi-data/statistik) sebanyak 154 Kasus, sedangkan data yang dikutip dari Kompas.com 10 Desember 2024, terdapat Rp. 667,9 Miliar yang dipulihkan. Sedangkan pengungkapan kasus tindak pidana polusi selama tahun 2024 yang berhasil disidik oleh kepolisian negara republic Indonesia sebesar 1.280 perkara korupsi dengan tersangka sebanyak 830 tersangka,” (Artikel Kompas.com dengan judul "Polri Mengusut 1.280 Kasus Korupsi pada 2024 pada 31 Desember 2024.

Perkara Tindak Pidana Korupsi

Latenism Korupsi

Tindak Pidana Korupsi adalah perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah denganUndang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme yang merugikan keuangan dan negara, seperti Suap-menyuap, Pemerasan dalam pengadaan barang dan jasa, Penggelapan dalam jabatan, Perbuatan curang dalam penggunaan Anggaran dan Benturan kepentingan penyelnggara negara yang merugikan keuangan dan mengancam negara atau sistem moneter. Tindak pidana korupsi yang sistematis dilakukan oleh penyelenggara negara, sifatnya laten, masing-masing pelaku berusaha untuk menciptakan keadaan dan kondisi yang memungkinkan tidak terdeteksi oleh masyarakat dan penegak hukum, sesungguhnya jumlah perkara dan kerugian yang dipublikasikan belum mencerminkan mencerminkan yang sebenarnya

a person holding a stack of cash
a person holding a stack of cash

Pencegahan Korupsi

Pencegahan tindak pidana korupsi tidak seperti membalik tangan, sangat kompleks melibatkan berbagai macam kepentingan public, individu, kelompok dan penyelenggara negara. Namun demikian penindakan hukum, yang selama ini diselenggarakan oleh Lembaga penegak hukum seperti KPK, kejaksaan Agung, dan kepolisian belum mampu menekan tindak pidana korupsi pada titik terendah apalagi meniadakan. Jadi matis antara keteguhan penegak hukum, transparasi dan akuntabilitas dalam pemberantasan korupsi dihadapkan kepada konflik kepentingan setiap institusi itu sendiri. Banyak teori yang dinyatakan ahli, seperti teori konspirasi, rendahnya pendapatan, kontrol diri yang rendah, peluang dan kesempatan dan konflik kepentingan jabatan/kekuasaan serta nepotisme yang selama ini digunakan sebagai acuan untuk pencegahan tindak pidana korupsi terbukti belum mampu menekan atau meniadakan tindak pidana korupsi. Faktor yang penting dan menentukan mengapa seseorang melakukan korupsi dengan jumlah yang sangat massif (missal ribuan treliun), tanpa ada rasa malu melanggar hukum, norma dan etika, sampai saat ini masih diperdebatkan sehingga pemerintah dan masyarakat belum menemukan solusi.

Pendidikan dan Tanggung Jawab Bersama

Masyarakat modern, telah mengabaikan prinsip pendidikan adiluhung seperti Tutwuri Handayani, Ing Madya Mangunkarso, Ing Ngarso Sun Tulodo, ajaran moral yang disampaikan oleh ki Hajar Dewantoro, sebagai tonggak yang kokoh untuk menjaga moral kepemimpinan telah tergerus oleh kepentingan yang bersifat pragmatis.

Pendidikan adalah faktor yang sangat menentukan sebagai cara untuk program pencegahan, penindakan dan meniadakan tindak pidana korupsi. Korupsi yang terjadi selama ini merupakan produk dari pendidikan yang sangat masif, mulai dari pendidikan keluarga, pendidikan yang diperoleh dari lingkungan kerja & Interaksi Sosial, diperoleh dari pimpinan kepada bawahan dan sistem yang mendidik dan mengajarkan untuk berlaku curang.

Reformasi pendidikan secara radikal, untuk menciptakan generasi muda yang selalu berlaku jujur, benar dan adil dalam setiap kegiatan atau usaha yang dibentuk sejak dini maka lambatlaun akan membentuk karakter bangsa yang bebas dari kolusi, dan korupsi.

Program reformasi birokrasi dan mental yang dicanangkan dari presiden presiden terbukti tidak efektif mencegah terjadinya tindak pidana. Banyak slogan antikorupsi, di mana mana justru yang terjadi adalah sebaliknya terjadi meningkatkan korupsi dan kepercayaan publik terhadap pemerintah semakin menurun. Faktor utama adalah tidak ada sikap Tauladan dari pemimpin/pejabat yang bersih dari tindak pidana korupsi justru sebaliknya yang menjadi penentu terjadinya tindak pidana korupsi sehingga secara vertikal dan horisontal tindak dana korupsi terjadi secara sistematis.

Kegagalan Reformasi Birokrasi

euro banknote collection on wooden surface
euro banknote collection on wooden surface

Digitalisasi Birokrasi

Menggunakan teknologi informasi dan Telekomonikasi (TI) dalam platform digital akan meningkatkan transparansi dan efisiensi dalam pengelolaan sumber daya publik dan keuangan. Membuat platform digital memudahkan masyarakat untuk mengakses informasi, terciptanya sistem pelaporan/pengaduan kasus korupsi dan memudahkan masyarakat untuk terus memantau dan mengawasi penyelenggara negara secara terus menerus secara live.

Untuk mencapai hal itu perlu payung undang-undang, yang memungkinkan masyarakat memperoleh akses secara terbuka kepada setiap pejabat atau penyelenggara negara atas penggunaan uang yang diperolah dari rakyat. Setiap pejabat dan atau penyelenggara negara wajib terbuka dan memberi akses kepada masyarakat untuk mengetahui secara detail penggunaan sumber-sumber keuangan negara agar tidak terjadi penyalahgunaan secara sistematis.

Layanan Digitalisasi