Politik dan Hukum

Media informasi Politik Hukum

Dr. Ronny F. Sompie, SH.,MH

3/29/20211 min read

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengakui bahwa berdasarkan laporan dari Tim pencari fakta terdapat pelanggaran HAM berat dalam peristiwa 1998. Dalam Pernyataannya Jokowi, "Saya telah membaca dengan saksama dari tim penyelesaian nonyudisial pelanggaran hak asasi manusia yang berat," "Dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus, saya sebagai Kepala Negara Republik Indonesia mengakui bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa dan saya sangat menyesalkan terjadinya peristiwa pelanggaran HAM yang berat," ucapnya. Presiden Jokowi telah menandatangani Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 17 Tahun 2022 tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (PPHAM) Berat Masa Lalu, dengan ketua Tim Menko Polhukam Mahfud MD dan Makarim Wibisono sebagai ketua pelaksana. Tim PPHAM mencata terdapat 12 pelanggaran HAM berat yaitu Peristiwa 1965-1966, Penembakan Misterius 1982-1985, Peristiwa Talangsari Lampung 1989, Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis di Aceh 1998, Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1999, Peristiwa Kerusuhan Mei 1998, Trisakti Semanggi 1 & 2 1998-1999, Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999, Simpang KAA di Aceh 1999, Wasior di Papua 2001-2002, Wamena Papua 2003 dan Peristiwa Jambo Keupok Aceh 2003. Perlu dicermati peristiwa tersebut, diumumkan Kembali oleh pemerintah pada saat ini ketika negara menghadapi krisis global, pemilihan presiden 2024 dan keadaan pemerintah saat ini yang sedang tidak baik-baik saja. Kebijakan ini memerlukan kajian yang Seksama, apakah hari merupakan implementasi dari hukum Murni atau berhubungan secara tidak langsung dengan peristiwa politik dan ekonomi dalam negeri.