Hukum, Assement, Forensik dan Konsultan Pendidikan
Penyidik Tunggal dalam Penegakan Hukum di Indonesia
Penyidik tunggal dalam sistem penegakan hukum tidak boleh terdistribusi pada setiap institusi guna mencegah proteksisme kejahatan internal dan masifnya penyalahgunaan wewenang sektoral
3/18/20253 min read


Penyidik tunggal di Kepolisian Republik Indonesia memiliki peran yang sangat vital dalam penegakan hukum di Republik Indonesia. Polri tidak hanya bertanggung jawab keamanan, ketertiban dan penegakan hukum untuk melakukan pencegahan dan penyidikan delik pidana umum dan khusus tetapi juga berperan dalam mencegah terjadinya berbagai macam tindak pidana umum, khusus dan tindak pidana luar biasa. Frasa ketentuan umum kitab undang-undang hukum acara pidana pasal satu ayat (1) yang menyatakan bahwa penyidik adalah penyidik kepolisian atau penyidik dari pegawai negeri sipil (PPNS) yang diberi kewenangan khusus oleh undang-undang, urutkan bentuk penyusupan kewenangan terbentuknya penyidik-penyidik tunggal yang ada di setiap K/L/I yang mengurangi kewenangan penyidik kepolisian sebagai penegak hukum.
Terbentuknya Penyidik pada Kementerian, Lembaga dan Institusi (K/L/I) tersebut yang diberikan kewenangan secara khusus oleh undang-undang, peraturan Kapolri atau peraturan daerah, dalam pelaksanaannya tidak akan memiliki kekuasaan yang merdeka bebas dari pengaruh kekuasaan secara organisatoris. oleh sebab itu sangat penting dan perlu dipertimbangkan bahwa sistem penegakan hukum seharusnya hanya ada penyidik tunggal yang diberi wewenang untuk melakukan penyidikan. Apabila tetap dipertahankan dalam perumusan rancangan undang-undang hukum acara pidana yang baru (RUU KUHAP) akan berdampak buruk terhadap kepastian dan jaminan hukum sebab masing-masing K/L/I dapat membuat undang-undang atau peraturan tentang perluasan kewenangan PPNS sesuai dengan kebutuhannya sendiri.
Peran Strategi terbentuknya Penyidik Tunggal kepolisian republik Indonesia, akan menjamin dan memastikan penegakan hukum pada setiap kementerian, Lembaga dan Institusi (K/L/I) tidak lagi terkendala oleh birokrasi, hierarki, faktor pisikologis organisasi & sejawat dan proteksi untuk mempertahankan marwah institusi yang dipenuhi oleh oknum-oknum yang merusak integritas K/L/I itu sendiri. Sebagai contoh dengan lahirnya kepada penyidik pegawai negeri sipil (PPNS), memicu terbentuknya penyidik-penyidik tunggal pada setiap K/L/I yang tentu saja akan mereduksi kewenangan penegak hukum yang diberikan wewenang oleh undang-undang untuk menegakkan hukum. Penyidik tunggal tidak hanya bertugas untuk melalukan penyelidikan dan penyidikan tetapi juga dapat mencegah potensi masalah pelanggaran hukum pada setiap K/L/I.
Pengurangan lingkup kewenangan penyidik kepolisian sebagai penyidik tunggal, dapat berdampak negatif pada proses penegakan hukum, jaminan dan kepastian hukum. Di tengah masyarakat muncul wacana apakah kembali ke sistem penyidik tunggal atau distribusi kewenangan, diharapkan dalam pembahasan RUU KUHP dapat melahirkan penyidik tunggal, tidak ada lagi terdapat sejumlah penyidik yang tersebar di setiap K/L/I adan kejaksaan. Dasar pemikiran filosofis dan teoritik adalah distribusi kewenangan penyidikan pada masing-masing K/L/I akan menyebabkan wewenang yang bebas dan merdeka dari intervensi kekuasaan akan sangat sulit dihindari. Terbukti pelanggaran dan tindak pidana yang terjadi pada masing-masing K/L/I tidak lebih mudah untuk ditangani justru sebaliknya terjadi perlindungan yang massif terhadap Marwah K/L/I atau kekuasaan yang melekat sekalipun terdapat banyak oknum yang melakukan tindak pidana yang belum masuk ranah hukum.
Dalam sistem penegak hukum pembagian kekuasaan atau kewenangan merupakan suatu yang absolut apabila terjadi rangkap kewenangan, misalnya penyidik merangkap sebagai penuntut maka potensi subyektivitas dan penyalahgunaan kewenangan akan melampaui ekspektasi, sebab sudah tidak ada control lagi kecuali kontrol yang bersifat internal yang secara psikologis tidak akan dapat melampaui kewenangannya. Apabila ada salah satu interaksi keberatan tentang pemisahan kekuasaan, bukankah dalam sistem hukum dan ketatanegaraan kekuasaan itu harus didistribusikan secara terpisah untuk mencegah absolutism.
Kelemahan kewenangan penyidik ada di beberapa instansi, akan berpotensi menimbulkan terbentuknya penyidik-penyidik tunggal pada setiap instansi yang tidak dikenal di dalam hukum acara. Keadaan ini menyebabkan atau berdampak buruk terhadap keberadaan kewenangan penyidik Polri yang tidak dapat melakukan penyidikan atas pelanggaran yang terjadi pada instansi dimaksud kecuali hanya bersifat koordinasi. Dalam hal struktur dan jaminan serta kepastian hukum, distributive kewenangan penyidik pada setiap K/L/I akan berpotensi buruk terhadap penanganan perkara internal atau eksternal sehingga potensi penyalahgunaan kekuasaan yang disusupkan dalam peraturan daerah dan peraturan teknis berpotensi sulit untuk dideteksi oleh kepolisian.
Pembentukan penyidik di luar Polri akan mereduksi tugas Polri dan menempatkan Polri sebagai lembaga koordinator dalam penegakan hukum yang bertenttangan dengan UUD 1945 yang tidak mengatur tentang undang-undang yang bersifat khusus. Penyidik tunggal dalam sistem pembuktian hukum pidana perlu masukkan dalam pokok bahasan RUU KUHAP tahun 2025 untuk disahkan menjadi undang-undang hukum acara pidana dengan mempertimbangkan bahwa pemisahan kekuasaan secara tegas dan absolut akan menjamin kekuasaan penyidik yang merdeka dan bebas intervensi, mencegak konflik kepentingan mempertahankan marwah K/L/I dan menjaga arogansi fungsi, tugas dan wewenang K/L/I serta tidak terjadi terdistribusi kewenangan secara vertikal dalam pemberantasan atau meniadakan tindak pidana yang terjadi pada masing-masing instansi.
Fenomena kejahatan dan tindak pidana korupsi yang terjadi pada saat ini, merupakan cermin bagaimana buruknya sistem Penyidikan dalam penegakan hukum yang penyidiknya terdistribusi di mana-mana. Peran strategis dan represif penyidik Polri akhirnya tidak mendapatkan tempat untuk melakukan tindakan tindakan hukum yang sah sebab keberadaan penyidik pada setiap K/L/I telah mereduksi kewenangan yang diberikan oleh undang-undang. Fakta implementasi penyidik yang thirties tribusi di setiap K/L/I bukannya menurunkan angka kejahatan makin meningkat kualitas dan kuantitas tindak pidana kejahatan, bagaimana uang negara ribuan triliun dikorupsi, dan penyidik yang di dalamnya tidak tidak berdaya dan penanganan kasus tertangkap oleh penegak hukum yang bersumber bukan dari institusi itu sendiri.