Hukum, Assement, Forensik dan Konsultan Pendidikan
Menyikapi Putusan Mahkamah Konstitusi Terkait Pemilihan Kepala Daerah
Kontroversi keputusan MK yang direspon oleh Parleman dengan dikeluarkannya undangan rapat pembahasan dan penetapan peraturan pemerintah pengganti undang undang tentang pemilihan kepala daerah
Perserikatan Ahli Hukum Indonesia
8/22/20247 min read
Latar Belakang Putusan
Permohonan peninjauan kembali tentang ambang batas batas usia terendah pencalonan kepala daerah, gubernur, bupati, dan walikota sesuai kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan lembaga yang memegang peranan penting dalam sistem peradilan di Indonesia, MK Sesuai dengan Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945), kekuasaan kehakiman diamanatkan kepada Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya dalam berbagai lingkungan peradilan, serta Mahkamah Konstitusi sendiri. Sesuai dengan substansi pasal tersebut di atas maka kedudukan berada di bawah kekuasaan Mahkamah Agung. Wewenang Mahkamah Konstitusi Sesuai Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, Mahkamah Konstitusi memiliki wewenang untuk mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap UUD. Hal ini menjadi landasan bagi MK dalam menjalankan fungsi dan tugas utamanya dalam menjaga konstitusionalitas undang-undang di Indonesia. Sesuai dengan dang undang kehakiman Pasal 29 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Republik Indonesa Tahun 5076) yang mengatakan bahwa:"MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang undang, memutuskan sengketa kewenangan antar lembaga negara, memutus pembubaran partai politik, memutus perselisihan perselisihan tentang pemilihan umum dan kewenangan lainnya yang diberikan oleh undang undang. Secara konstitusional keputusan MK tidak dapat ditafsirkan kembali dan tidak dapat dilakukan upaya hukum lebih lanjut karena bersifat final dan mengikat oleh sebab itu pengingkaran terhadap keputusan mahkamah konstitusi dapat dikatakan sebagai perbuatan melawan atau pembangkangan Konstitusi.
Putusan No. 60/PUU-XII/2024 dan No. 70/PUU-XII/2024
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XII/2024 dan Nomor 70/PUU-XII/2024 tentang pemilihan kepala daerah membawa dampak signifikan terhadap tata cara dan penyelenggaraan pemilihan umum di Indonesia. Putusan ini menggarisbawahi pentingnya prinsip-prinsip hukum dan konstitusi dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah. Dalam putusan tersebut, MK menegaskan bahwa penyelenggaraan pemilihan kepala daerah harus selalu sejalan dengan semangat UUD 1945. Permohonan tentang konstitusionalitas Pasal 7 ayat (2) huruf e Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang yang memuat tentang mekanisme pencalonan dan syarat batas usia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur serta 25 (dua puluh lima) untuk Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota.
Perihal ambang Bata (threshold) untuk pencalonan kepala daerah tidak lagi sebesar 25 % perolehan suara partai politik/gabungan partai politik hasil Pileg DPRD sebelumnya, atau 20 % kursi DPRD. MK memutuskan, threshold pencalonan kepala daerah dari partai politik disamakan dengan threshold pencalonan kepala daerah jalur sebagaimana diatur pada Pasal 41 dan 42 UU Pilkada. Implikasi Putusan bagi Pemilihan Kepala Daerah ini penting bagi semua pihak yang terlibat dalam proses pemilihan kepala daerah untuk memahami dan menerapkan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan MK. Proses pemilihan harus berjalan transparan, adil, dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Putusan ini juga menguatkan peran MK dalam memastikan bahwa setiap pemilihan kepala daerah dilaksanakan dengan integritas yang tinggi.
Kajian Hukum terhadap Putusan MK
Permohonan peninjauan kembali terhadap ambang batas dan usia terendah pencalonan kepala daerah dalam pemilihan kepala daerah seluruh Indonesia secara serentak, didasari atas adanya permohonan seseorang atau sekelompok orang kepada mahkamah konstitusi 11 Juni 2024 yang diterima di Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi. Dikabulkannya permohonan tersebut dan dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi ini tentu akan menjadi kajian penting bagi para ahli hukum dan praktisi dalam memahami dinamika penyelenggaraan pemilihan di Indonesia.
Analisis mendalam terhadap implikasi putusan ini sangat menjadi angin segar atas harapan bagi rakyat dan partai politik atau gabungan partai politik peserta Pemilu yang tidak memenuhi persyaratan khusunya ambang batas dan usia terendah calon gubernur bupati dan walikota. Soraksorai demokrasi menumbuhkan asa baru bagi partai politik atau gabungan partai politik yang tidak memenuhi persyaratan sebelum keputusan MK.
Gabungan Partai Politik menyikapi keputusan tersebut, menimbulkan kekuatiran yang sangat mendalam bagi koalisi partai politik atau 12 gabungan partai politik yang memiliki persyaratan ambang batas untuk bersekutu mereduksi keputusan MK. Nalar Politik yang menggiring bahwa nyata ada ancaman dan kompetensi kompetisi akan mengalami jalan terjal sehingga diperlukan suatu cara yang sah. Lahirlah manuver politik menggunakan kekuatan mayoritas kekuatan parlemen untuk mereduksi putusan (MK) oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melaui undangan rapat nomor B/9827/LG 02.03/2024 tanggal puluh 1 Agustus 2024 perihal rapat paripurna DPR RI 22 Agustus 2024 dengan acara pembicaraan tingkat III/ pengambil keputusan terhadap rancangan undang-undang tentang perubahan keempat atas undang undang nomor satu tahun 2015 tentang penetapan peraturan pengganti undang undang nomor satu tahun 2014 tentang pemilihan gubernur, bupati dan walikota menjadi undang-undang.
Perlawanan balik Arus bawah atas manuver gabungan partai di DPR tersebut, rakyat, akademisi, praktisi, organisasi kemasyarakatan dan para Cendikiawan melakukan perlawanan dan menyatakan sikapnya bahwa DPR telah "Pembangkangan terhadap konstitusi itu," kata Palguna saat ditemui di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat pada Rabu, 21 Agustus 2024. Peristiwa tersebut di atas merupakan peristiwa yang lazim dalam kontestasi perebutan kekuasaan, bagi masyarakat dan partai yang tidak tergabung dalam KIM akan terus berusaha mengganggu dan sebaliknya gabungan partai penguasa akan mempertahankan prinsipnya. Terbitnya undangan rapat nomor B/9827/LG 02.03/2024 tanggal puluh 1 Agustus 2024 membuat kaget dan tersentak bagi sebagian masyarakat, mahasiswa dan sebagian akademisi dari kampus terkenal yang sudah membangun bibit kebencian dengan alasan-alasan subyektik sejak pilpres. Para partai politik paham betul sumbu pendek dan sifat pelupa masyarakat dapat digunakan untuk mengulang melengserkan rezim orde baru tahun 1998 sebagai cara yang paling ampuh untuk melawan rezim penguasa, dengan melupakan konsekuensi korban jiwa, infrastruktur dan ekonomi serta citra buruk negara di kancah internasional.
Pilihan terakhir untuk merebut kekuasaan, dilakukan Permohonan peninjauan terhadap ambang batas dan usia terendah calon gubernur, bupati dan walikota dapat diklasifikasikan sebagai manuver politik sekelompok masyarakat yang teraviliasi dengan partai politik atau gabungan partai politik yang tidak memiliki cukup persyaratan ambang batas sebagai maksud sebagaimana dimaksud dalam undang-undang sebelum keputusan MK. Cara-cara seperti ini lazim dalam dunia politik yang didesign untuk merebut kekuasaan. Disini para pemain politik akan diuji oleh nilai dan harga yang harus dibayar, apakah untuk mencapai tujuan politik akan mengorbankan rakyat yang terprovasi alam bawah sadarnya atau sebaliknya bijaksana menggunakan kekuatan partai untuk mensejakterakan rakyat.
Dikabulkan Permohonan ambang batas dan usia terendah calon gubernur, bupati dan walikota oleh MK, asa dan euforia dan menisbatkan kemenangan demokrasi sekaligus sebagai kemenangan melawan rezim penguasa atau oligrasi kekuasaan gabungan mayaritas partai politik. Dengan keputusan MK, tidak ada lagi hambatan ambang batas dan usia terendah calon gubernur, bupati dan walikota. dengan ambang batas 0% tidak perlu lagi berkoalisi dengan partai politik yang tidak mudah untuk disatukan kepentingan, cukup berdasarkan perolehan suara pada saat Pilkada ntara enam 6,5% sampai 20%.
Bahaya Laten Yang Sengaja Diciptakan
Mengacu kepada undang undang kehakiman, di mana hiraki MK berdasarkan undang undang dasar 1945 rumpun kekuasaannya berada di bawah mahkamah Agung. Ironisnya dalam hal ini terdapat keputusan mahkamah Agung dan terdapat keputusan mahkamah konstitusi, masing-masing memiliki legal standing yang kuat. Dalam negara hukum terdapat prinsip demokrasi dan konstitusi yang mengatur permainan politik (mahfud MD), adalah sangat berbahaya bagi masa depan Indonesia jika para pelaku politik yang sedang berkuasa atau yang sedang tidak berkuasa melalui jalan demokrasi prosedural yang dilakukan dengan konspirasi ugal-ugalan baik dalam jumlah jumlah kekuatan koalisi taktis atau kekuatan keuangan. Para pemain di era politik tidak menyadari bahwa apa yang dilakukan atau yang dipertontonkan dalam peristiwa ini memberikan konsekuensi yang sangat luas terhadap kehidupan bangsa dan negara sekaligus menurunkan pendidikan politik yang sangat buruk untuk kemajuan bangsa dan negara.
Putusan mahkamah konstitusi dan mahkamah Agung yang berkaitan dengan batas usia terendah, seharusnya bermakna dan bersifat absolud tidak dapat ada penafsiran-penafsiran yang dapat di belokan secara konstitusional, seperti diksi usia terendah 30 tahun calon gubernur dan 25 tahun Bupati dan walikota, masih terbuka peluang untuk ditafsirkan pada saat pelantikan atau pada saat pendaftaran.
Legitimasi undang-undang dan peraturan yang telah diundangkan oleh negara, seharusnya telah memiliki kekuatan hukum yang mengikat sejak diundangkan dan tidak membuka peluang ketidakpastian di masa (setidaknya 100 tahun) yang akan mendatang. Untuk menjaga dan mencegah bahaya sebagaimana yang kita lihat pada akhir akhir ini, sebaiknya sebelum undang undang atau peraturan itu diundangkan, mahkamah Agung dan MK memberikan konsultasi atau pandangan hukum yang diperlukan pemerintah dan DPR sedemikian hingga peluang revisi atau pembatalan sebagian atau seluruhnya undang undang tidak terjadi dan kerugian yang sangat bagi bangsa dan negara tidak terjadi.
Substansi pasal 24 ayat (2) dan 24C UU 1945 di atas disadari atau tidak, para pihak telah menciptakan bahaya laten terhadap kehidupan bangsa dan negara. Undang undang sebagai hukum positif, seharusnya bersifat general dan memberikan jaminan serta kepastian hukum yang berkelanjutan. Dalam sistem perpolitikan Indonesia yang bebas, terbuka dan ugal-ugalan konflik kepentingan setiap partai politik yang akan merebut kekuasaan akan mencari dan terus mencari celah hukum yang dapat ditembus dengan berbagai macam cara. Kegaduhan tentang penentuan batas usia calon presiden dan wakil presiden sebelumnya telah menimbulkan kontroversi dan terulang kembali menjelang pendaftaran calon gubernur kau mau bupati dan walikota pada Pemilu serentak tahun 2024. Putusan Mahkamah konstitusi yang bersifat final dan mengikat, bahkan mahkamah Agungpun tidak berbuat apa apa, kecuali putusan kode etik yang hanya berdampak secara individual tetapi tidak berdampak terhadap keputusan MK. Dengan kondisi semacam itu perlu dipikirkan bahwa hanya ada satu lembaga hukum tertinggi negara yaitu Mahkamah Agung sehingga seluruh peradilan dibawahnya termasuk MK tunduk terhadap keputusan mahkamah Akung.
Sejarah terus Berulang
Bangsa Indonesia lupa akan sejarah, bagaimana negara ini dibangun oleh para pendiri bangsa yang merebut kemerdekaan dari penjajahan ratusan tahun, berharap generasi penerus dapat mengisi dengan pembangunan dan menjadi negara gemah ripah loh Jinawi (menjadi negara sejahtera dan kaya raya). Setiap pergantian rezim selalu diwarnai dengan konflik politik yang Berujung pada korban jiwa dan sentimen negatif antar partai politik yang sedang merebutkan kekuasaan. Indonesia diberikan kekayaan sumber daya alam yang melimpah, kenyataannya pengangguran, kemiskinan, kebodohan dan terpuruknya negara pada bidang ekonomi disebabkan oleh perebuatan kekuasaan. Para Punggawa partai politik secara tidak langsung telah menggunakan cara kecil penjajah, dengan politik Devide et impera, masyarakat selalu dihasut dan di doktrin melalui pertunjukan perseteruan antar partai dalam merebutkan kekuasaan yang tidak beretika. Suatu negara dapat membangun rakyat dan ekonominya menuju kerakyatan yang adil dan beradab perlu pemimpin yang kuat dan rakyatnya patuh hukum serta tunduk terhadap pemimpin negaranya. Bisa kita saksikan sumber daya alam kita dikelola oleh bangsa lain, ilmu pengetahuan dan teknologi sangat terpuruk serta negara selalu menumpuk utang untuk membangun merupakan bukti bahwa para pemimpin negara hanya memimpin kan kelompoknya sendiri tanpa memiliki rasa nasionalisme untuk mensejahterakan rakyat dan kejayaan bangsa.
Jakarta, 22 Agustus 2024
Perserikatan Ahli hukum Indonesia
Dr. Drs.Jayadi. MH.